Senin, 14 Januari 2013

Hasil Miniriset Perkembangan Rasa Agama pada Masa Anak2




BAB II
PEMBAHASAN TEORI

Religiositas Masa Anak-anak

Perkembangan religiositas usia anak mempunyai peran yang sangat penting, baik bagi perkembangan bagi perkembangan religiositas pada fase anak-anak itu sendiri, maupun fase-fase selanjutnya. Penanaman nilai keagamaan; menyangkut tentang konsep ketuhanan, ibadah dan nilai moral; yang berlangsung sejak usia dini mampu membentuk religiositas anak mengakar secar kuat dan mempunyai pegaruh sepanjang hidup (Hurlock, 1978, hlm. 26).
Perkembngan religiositas anak memilki dinamika dan karakteristik tersendiri. Dalam proses perkembngannya dipengaruhi oleh berbagai factor baik internal (Kondisi awal rasa agama, perkembangan kognisi dan kondisi afeksi) maupun eksternal (Pengetahuan, pengaruh secara sadar: pendidikan dan kondisi pendukung: lingkungan).1 berkit ini akan dijelaskan secara lebih terperinci tentang karakteristik religiositas usia anak-anak.

A.    Karakteristik Religiositas Usia Anak
-          Terori Harms (1958, hlm 10-22) yang menyatakan bahwa pemahaman anak tentang Tuhan mengalami tiga fase, yaitu:
1.      Fairy-tale stage (Usia antara 3-6 thn), pemahaman anak tentang Tuhan lebih dipengaruhi oleh daya fantasi dan emosinya dari pada sifat rasional.
2.      Realistic stage (Usia antara 7-12 thn), anak mampu memahami konsep Ketuhanan secar realistik dan konkrit.
3.      Individualistic stage (Usia remaja),  kemampuan anak untuk berfikir abstrak dan konsentifan emosinya.
-          Terori Carlk ( 1958, hlm. 14-22) yang merumuskan delapan karakteristik religiositas pada usia anak, yaitu:
1.      Ideas accepted on authority (semua pengetahuan anak itu berasal dari luar dirinya terutama orang tuanya). Semenjak lahir anak sudah terbentuk untuk mau menerima dan terbiasa untuk mentaati apa yang disampaikan orang tua, karena dengan demikian akn menimbulakn rasa senang dan rasa aman pada dirinya.
2.      Unreflective (anak menerima konsep keagamaan berdasarkan otoritas). Pengetahuan yang masuk pada usia awal dianggap sebagai suatu yang menyenagkan, terutama yang dikemas dalam bentuk cerita.
3.      Egocentric ( kesadaran tentang keberadaan dirinya). Dalam proses pembentukan rasa pentingnya keberadaan diri tumbuh egoentrisme, dimana anak melihat lingkungannya dengan berpusat pada kepentingan dirinya.
4.      Anthropomorphic (sifat anak mengkaitkan keadaan sesuatu yang abstrak dengan manusia). Dalam hal ketuhanan maka anak mengkaitkan sifat Tuhan dengan sifat manusia.
5.      Verbalized and ritualistic (anak meniru dan melakukan apa yang dilakukan orang dewasa).  Prilaku keagamaan pada anak, baik yang menyangkut ibadah maupun moral, baru bersifat lahiriyah, verbal dan ritual, tanpa keinginan untuk memahami maknanya.
6.      Imitative (anak menirukan apa yang terserap dari lingkungannya). Kemampuan anak memilki prilaku keagamaannya karena menyerap prilaku keagamaan di lingkungannya yang terutama dari orang tuanya dan keluarganya.
7.      Spontaneous in some respect (prilaku anak secara spontan).  Terkadang muncul perhatian secara spontan terhadap masalah agama yang bersifat abstrak.
8.      Wondering (rasa takjub anak). Ketakjuban anak yang menimbulakan rasa gembira dan heran terhadap dunai baru yang terbuka didepannya.

         Religiousitas anak adalah hasil dari suatu proses perkembangan yang berkesinambungan dari lahir sampai menjelang usia remaja. Dalam proses tersebut ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan religiousitas anak, yaitu yang salah satunya adalah kognisi. Kognisi difahami sebagai kemampuan mengamati, menyerap pengetahuan serta pengalaman dari luar diri individu.Perkembangan kognisi melewati beberapa fase yang masing-masing memiliki ciri yang berbeda-beda. Pengetahuan dan pengalaman yang masuk pada diri individu hanya akan terserap sesuai dengan tingkat kemampuan kognisinya. Demikian juga pengetahuan dan pengalaman keagamaan. Oleh karena itu dapat dipahami bahwa pada masa kanak-kanak ini memang merupakan masa di mana mereka hanya sekedar meniru saja seperti teori yang telah dikemukakan oleh Clark. Selain kognisi masih ada yang mempengaruhi perkembangan religiositas anak, yaitu:  Peran orang tua, peran conscience (kata hati) guilt (rasa bersalah) shame (rasa malu), dan Peran intraksi social. Semuanya ini mempunyai pengaruh yang cukup signifikan terhadap perkembangab religiositas anak.

BAB III
KASUS DAN ANALISI KASUS

A.    Kasus
         Kasus yang jadi penelitian saya pada makalah ini adalah tentang perkembangan religiositas penulis sendiri pada masa usian kanak-kanak, jadi pada makalah ini penulis akan menceritakan perkembangan religiositas yang daialami ketika masih usia kanak-kanak.

                                                                                                         Nama saya: Ahmad Abdul Qiso, saya dilahirkan dilingkungan pedesaan yang perkembangan religiositas masayarakatnya masih cukup baik, ya masih sering ada pengajian-pengajian dan acara-acara yang bersifat keagamaan, seperti peringatan hari-hari besar Islam dan sebagainya. Kedua orang tua saya berasal dari keluarga yang sederhana tatapi  memiliki tingkat religiositas yang cukup. Sejak kecil saya digemleng oleh kedua orang tua saya untuk selalu belajar ilmu keagamaan, dan kedua orang tua saya sangat menginginkan saya, sekurang-kurang bisa lebih dari mereka ataupun bisa menjadi tokoh masyarakat.

         Keseriusan kedua orang tua saya terhadap perkembangan religiositas saya adalah dengan mendaftarkan saya pada suatu surau atau tempat pengajian al-Qur’an, biasanya pengajian ini dilakukan pada menjelang waktu maghrib atau sesudah waktu maghrib, disamping juga orang tua saya mengajari mengaji di rumah. Kemudaian ketika umur saya beranjak 3-4 tahuanan, saya di daftarkan oleh kedua orang tua saya di TKA (taman kanak-kanak al-Qur’an), disiinilah saya mulai banyak mendapat teman-teman baru, tetapi ketika itu saya tidak bertahan lama di TKA , karena saat itu timbul rasa kemalasan pada saya, umur saya ketika itu sekitar 5 tahun atau lebih, namun tidak beberapa lama kemudian saya meminta kepada orang tua saya untuk mendaftarkan saya lagi di TKA tadi, umur saya ketika itu sekitar 6-7 tahunan, salah satu faktor pendorong saya adalah ajakan dari beberapa teman saya dan mungkin sudah timbul sedikit keinginan saya untuk bisa membaca iqra’.

         Kegiatan saya setiap hari begitulah, kalau sore masuk di TKA dan setelah menjelang maghrib saya mengaji al-Qur’an. Setelah umur saya menginjak 7 tahunan itu, saya didaftarkan oleh orang tua saya di SDN di desa saya sendiri, namun tidak hanya itu, saya juga di daftarkan di sekolah Diniyah yang tempatnya berdekatan dengan SDN tadi, jadi selain pagi saya belajar formal di SD, siangnya saya belajar di Madrasah Diniyah_nah disinilah pengatuahuan agama saya mulai bertambah dengan materi-materi pelajaran seperti sejarah islam, fiqh, tauhid, nahwu, sharaf dan sebainya saya pelajari. Mulai setelah ini kegiatan dalam sehari saya cukup padat, yaitu kalau pagi masuk di sekolah formal SDN, siangnya masuk di Madrasah Diniyah, dan sorenya saya masuk di TKA, serta malamnya dilanjutkan dengan mengaji al-Qur’an di surau atau dirumah salah satu ustazah.

         Suatu hari ketika saya masuk madrasah_dan pas waktu itu kami hafalan sharaf, ketika maju satu-satu banyak dari teman-teman saya yang tidak hafal dan mendapat hukuman dari ustad yang mengampu begitu saya juga tidak hafal dan mendapat hukuman sama seperti teman yang lain, saat inilah timbul sedikit perasaan malas, namun berkat orang tau saya tetap menyuruh saya belajar saya tetap masuk bahkan sampai selesai, yang ketika itu pada awalnya atau pada waktu kelas satu jumlah muridnya hampir 100-san, tetapi akhirnya hanya tinggal sekitar 30-an dan salah satunya saya, ini semua berkat begitu besarnya dorongan dari kedua orang tua saya untuk terus menuntut ilmu, terutama ilmu-ilmu agama.

         Dan juga suatu hari, ketika saya mengaji al-Qur’an di langgar atau Mushallah_ini sudah berbedah tempat dari yang awal tadi, karena saya pindah tempat mengajinya dari rumah seorang ustazah tadi ke sebuah langgar (mushallah), ketika itu saya membacah al-Qur’an dan mungkin karena bacaan yang say abaca itu salah terus, saya mendapat hukuman lagi dari ustaznya. Dan ketika saya masih mengaji dilanggar ini dulu masih sering guru menggunakan kayu atau rotan untuk menghukum. Ketika saya mendapat hukuman ini, timbul pula keinginan saya untuk berhenti mengaji, namun berkat dorongan dari kedua orang tau saya, yang tetap menyuruh saya untuk mengaji, yang ketika itu biasanya saya dengan beberapa teman saya kalau mengaji itu membawah obor (bambu yang di dalamnya dikasih minyak tanah dan di kasih kain sedikit dan dikasih api) sebenarnya di desa saya sudah punya listrik, namun mungkin belum terlalu terang seperti sekarang.

         Masa SD, Madrasah Diniyah dan TKA pun telah saya lewati, setelah inilah sudah mulai tumbuh kesadran saya untuk terus menuntut ilmu agama atau terhadap perkembngan religiositas saya, oleh karena itu saya tetap mengaji al-Qur’an seperti biasa setelah ba’dah magrib, dan saya juga termasuk sering pergi ke masjib, terutama shalat maghrib apalagi setelah saya tidak lagi masuk di TKA, serta saya meminta kepada kedua orang tua saya untuk melanjutkan jenjang pendidikan formal saya di MTS yang berada tidak jauh dari rumah saya, untuk terus lebih meningkatkan ilmu keagamaan saya dan ternyata orang tua saya juga menyuruh saya untuk melanjutkan pendidikan saya di MTS, maka akhirnyapun saya melanjutkan ke jenjang pendidikan formal saya di MTS NURUL HUDA.

         Demikianlah sekilas cerita tentang perkembangan religiositas penulis ketika usia anak-anak, yang dalam perjalanannya terdapat beberapa lika-liku, namun berkat dorongan dari kedua orang tuanya yang begitu besar penulis dapat tetap menyelesaikan semuanya.

B.     Analisis Kasus

         Dari sekilas carita tetang perkembangan religiositas penulis tadi, kalau kita analisi dan kita cermati serta kita interpretasikan dengan teori-teorinya yang sudah ditulis diatas tadi berdasarkan pendapat beberapa tokoh memang benar bahwa perkemabangan relegiositas seorang anak itu sangat berpengaruh besar terhadap peran orang tuanya dalam memberikan motivasi, dorongan dan pengajaran kepada anaknya dengan baik karena hal itu sangat penting dan di perlukan karena merkalah  pertmakali yang berada di sekitar anak itu, dan  tidak tinggal  juga pengaruh lingkungan atau teman-teman bermainnya, itu juga memiliki peran yang cukup besar terhadap anak itu, tetapi yang paling terutama adalah pengaruh dari kedua orang tuanya.

         Dan dengan dorongan dari orang tua ataupun lingkungan dan teman-temannya yang begitu besar, maka kesadaran seorang anak itu akan keperluan perkembngan religiositas  akan cepat timbul, dan apabila ia mulai memperoleh kesadaran akan pentingnya itu maka ia akn senantiasa terus berusah semaksimal mungkin untuk mengembangkan apa yang telah ia ketahui ketika kanak-kanak disinalah mereka akan mulai berfikir abstrak dan mencoba mencari makana terhadap apa yang ia dan orang lain lakukan.



BAB IV
PENUTUP

Masa kanak-kanak merupakan masa awal mulainya berkembang religiositas anak, masa dimana mereka akan meniru apa saja yang dilihat dan didengarnya. Jadi masa kanak-kanak pengawasan dari orang tua itu sangat diperlukan dan berperan bagi pertumbuhan anak tersebut, semua aktivitas yang ia lakukan harus ada pengawasan, karena apabila ada yang belum semestinya ia terima sudah diterima dulu maka perkembangannya akan tidak berjalan selaras  dengan hal-hal yang semestinya. Begitupun berdasarkan hasil riset yang saya lakukan pada diri saya sendiri mengindikasikan bahwa peran orang tua itu sangat signifikan, jadi bagaimana orang tua itu mengondisikan anakanya sangat berpengaruh besar bagi masa perkembangan keagamaan anak itu selanjutnya.

Perkembangan agama anak yang baik merupakan investasi keagamaannya pada masa dewesa. Maksudnya adalah bahwa bagaimanapun perkembangan awal keagamaan seseorang itu berkontribusi besar ketika ia sudah dewasa.

Setelah masa kanak-kanak ini, kemudian meranjak dewasa dimana mereka mulai berfikir secara abstrak dan mecari makana setiap apa yang ia dan orang lain lakukan. Disini tidak membahas tetang perkembangan keagamaan ketika remaja, namun membahasa tentang masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju dewasa, karena menurut hemat penulis hala ini merupakan salah satu hal yang pital dalam proses perkembangan keagamaan anak tersebut, oleh karena itu pengawasan baik dari orang tua maupun garunya itu sangat memberikan dampak yang sangat besar.

Inilah mungkin sedikit tulisan hasil miniriset tentang perkembangan agama anak-anak pada diri penulis sendiri, semoga sedikit penulisan ini walau masih jauh dari sempurna dapat bermanfaat bagi pembaca terutama penulis sendiri.



Daftar Pustaka

-          Susilaningsih. Handout Perkembangan Religiousitas Usia Anak.
-          Baharudin.2008. Psikologi Agama dalam Perspektif Islam. Malang:UIN-Malang Press.