BAB II
PEMBAHASAN TEORI
Religiositas Masa Anak-anak
Perkembangan religiositas usia anak
mempunyai peran yang sangat penting, baik bagi perkembangan bagi perkembangan
religiositas pada fase anak-anak itu sendiri, maupun fase-fase selanjutnya.
Penanaman nilai keagamaan; menyangkut tentang konsep ketuhanan, ibadah dan
nilai moral; yang berlangsung sejak usia dini mampu membentuk religiositas anak
mengakar secar kuat dan mempunyai pegaruh sepanjang hidup (Hurlock, 1978, hlm.
26).
Perkembngan religiositas anak
memilki dinamika dan karakteristik tersendiri. Dalam proses perkembngannya
dipengaruhi oleh berbagai factor baik internal (Kondisi awal rasa agama,
perkembangan kognisi dan kondisi afeksi) maupun eksternal (Pengetahuan,
pengaruh secara sadar: pendidikan dan kondisi pendukung: lingkungan).1
berkit ini akan dijelaskan secara lebih terperinci tentang karakteristik
religiositas usia anak-anak.
A. Karakteristik
Religiositas Usia Anak
-
Terori Harms (1958, hlm 10-22) yang menyatakan bahwa
pemahaman anak tentang Tuhan mengalami tiga fase, yaitu:
1. Fairy-tale stage (Usia antara 3-6
thn), pemahaman anak tentang Tuhan lebih dipengaruhi oleh daya fantasi dan
emosinya dari pada sifat rasional.
2. Realistic stage (Usia antara 7-12
thn), anak mampu memahami konsep Ketuhanan secar realistik dan konkrit.
3. Individualistic stage (Usia
remaja), kemampuan anak untuk berfikir
abstrak dan konsentifan emosinya.
-
Terori Carlk ( 1958, hlm. 14-22) yang merumuskan delapan
karakteristik religiositas pada usia anak, yaitu:
1. Ideas accepted on authority (semua
pengetahuan anak itu berasal dari luar dirinya terutama orang tuanya). Semenjak
lahir anak sudah terbentuk untuk mau menerima dan terbiasa untuk mentaati apa
yang disampaikan orang tua, karena dengan demikian akn menimbulakn rasa senang
dan rasa aman pada dirinya.
2. Unreflective (anak menerima konsep
keagamaan berdasarkan otoritas). Pengetahuan yang masuk pada usia awal dianggap
sebagai suatu yang menyenagkan, terutama yang dikemas dalam bentuk cerita.
3. Egocentric ( kesadaran tentang
keberadaan dirinya). Dalam proses pembentukan rasa pentingnya keberadaan diri
tumbuh egoentrisme, dimana anak melihat lingkungannya dengan berpusat pada
kepentingan dirinya.
4. Anthropomorphic (sifat anak
mengkaitkan keadaan sesuatu yang abstrak dengan manusia). Dalam hal ketuhanan
maka anak mengkaitkan sifat Tuhan dengan sifat manusia.
5. Verbalized and ritualistic (anak
meniru dan melakukan apa yang dilakukan orang dewasa). Prilaku keagamaan pada anak, baik yang
menyangkut ibadah maupun moral, baru bersifat lahiriyah, verbal dan ritual,
tanpa keinginan untuk memahami maknanya.
6. Imitative (anak menirukan apa yang
terserap dari lingkungannya). Kemampuan anak memilki prilaku keagamaannya
karena menyerap prilaku keagamaan di lingkungannya yang terutama dari orang
tuanya dan keluarganya.
7. Spontaneous in some respect (prilaku
anak secara spontan). Terkadang muncul
perhatian secara spontan terhadap masalah agama yang bersifat abstrak.
8. Wondering (rasa takjub anak).
Ketakjuban anak yang menimbulakan rasa gembira dan heran terhadap dunai baru
yang terbuka didepannya.
Religiousitas anak adalah hasil dari suatu proses perkembangan yang
berkesinambungan dari lahir sampai menjelang usia remaja. Dalam proses tersebut
ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan religiousitas anak, yaitu yang
salah satunya adalah kognisi. Kognisi difahami sebagai kemampuan
mengamati, menyerap pengetahuan serta pengalaman dari luar diri individu.Perkembangan
kognisi melewati beberapa fase yang masing-masing memiliki ciri yang berbeda-beda.
Pengetahuan dan pengalaman yang masuk pada diri individu hanya akan terserap
sesuai dengan tingkat kemampuan kognisinya. Demikian juga pengetahuan dan
pengalaman keagamaan. Oleh karena itu dapat dipahami bahwa pada masa
kanak-kanak ini memang merupakan masa di mana mereka hanya sekedar meniru saja
seperti teori yang telah dikemukakan oleh Clark. Selain kognisi masih ada yang
mempengaruhi perkembangan religiositas anak, yaitu: Peran orang tua, peran conscience
(kata hati) guilt (rasa bersalah) shame (rasa malu), dan Peran
intraksi social. Semuanya ini mempunyai pengaruh yang cukup signifikan
terhadap perkembangab religiositas anak.
BAB III
KASUS DAN ANALISI KASUS
A. Kasus
Kasus yang
jadi penelitian saya pada makalah ini adalah tentang perkembangan religiositas
penulis sendiri pada masa usian kanak-kanak, jadi pada makalah ini penulis akan
menceritakan perkembangan religiositas yang daialami ketika masih usia
kanak-kanak.
Nama
saya: Ahmad Abdul Qiso, saya dilahirkan dilingkungan pedesaan yang perkembangan
religiositas masayarakatnya masih cukup baik, ya masih sering ada
pengajian-pengajian dan acara-acara yang bersifat keagamaan, seperti peringatan
hari-hari besar Islam dan sebagainya. Kedua orang tua saya berasal dari keluarga
yang sederhana tatapi memiliki tingkat
religiositas yang cukup. Sejak kecil saya digemleng oleh kedua orang tua saya
untuk selalu belajar ilmu keagamaan, dan kedua orang tua saya sangat
menginginkan saya, sekurang-kurang bisa lebih dari mereka ataupun bisa menjadi
tokoh masyarakat.
Keseriusan
kedua orang tua saya terhadap perkembangan religiositas saya adalah dengan
mendaftarkan saya pada suatu surau atau tempat pengajian al-Qur’an, biasanya
pengajian ini dilakukan pada menjelang waktu maghrib atau sesudah waktu
maghrib, disamping juga orang tua saya mengajari mengaji di rumah. Kemudaian
ketika umur saya beranjak 3-4 tahuanan, saya di daftarkan oleh kedua orang tua
saya di TKA (taman kanak-kanak al-Qur’an), disiinilah saya mulai banyak
mendapat teman-teman baru, tetapi ketika itu saya tidak bertahan lama di TKA ,
karena saat itu timbul rasa kemalasan pada saya, umur saya ketika itu sekitar 5
tahun atau lebih, namun tidak beberapa lama kemudian saya meminta kepada orang
tua saya untuk mendaftarkan saya lagi di TKA tadi, umur saya ketika itu sekitar
6-7 tahunan, salah satu faktor pendorong saya adalah ajakan dari beberapa teman
saya dan mungkin sudah timbul sedikit keinginan saya untuk bisa membaca iqra’.
Kegiatan saya
setiap hari begitulah, kalau sore masuk di TKA dan setelah menjelang maghrib
saya mengaji al-Qur’an. Setelah umur saya menginjak 7 tahunan itu, saya
didaftarkan oleh orang tua saya di SDN di desa saya sendiri, namun tidak hanya
itu, saya juga di daftarkan di sekolah Diniyah yang tempatnya berdekatan dengan
SDN tadi, jadi selain pagi saya belajar formal di SD, siangnya saya belajar di
Madrasah Diniyah_nah disinilah pengatuahuan agama saya mulai bertambah dengan
materi-materi pelajaran seperti sejarah islam, fiqh, tauhid, nahwu, sharaf dan sebainya
saya pelajari. Mulai setelah ini kegiatan dalam sehari saya cukup padat, yaitu
kalau pagi masuk di sekolah formal SDN, siangnya masuk di Madrasah Diniyah, dan
sorenya saya masuk di TKA, serta malamnya dilanjutkan dengan mengaji al-Qur’an
di surau atau dirumah salah satu ustazah.
Suatu hari
ketika saya masuk madrasah_dan pas waktu itu kami hafalan sharaf, ketika maju
satu-satu banyak dari teman-teman saya yang tidak hafal dan mendapat hukuman
dari ustad yang mengampu begitu saya juga tidak hafal dan mendapat hukuman sama
seperti teman yang lain, saat inilah timbul sedikit perasaan malas, namun
berkat orang tau saya tetap menyuruh saya belajar saya tetap masuk bahkan
sampai selesai, yang ketika itu pada awalnya atau pada waktu kelas satu jumlah
muridnya hampir 100-san, tetapi akhirnya hanya tinggal sekitar 30-an dan salah
satunya saya, ini semua berkat begitu besarnya dorongan dari kedua orang tua
saya untuk terus menuntut ilmu, terutama ilmu-ilmu agama.
Dan juga suatu
hari, ketika saya mengaji al-Qur’an di langgar atau Mushallah_ini sudah
berbedah tempat dari yang awal tadi, karena saya pindah tempat mengajinya dari
rumah seorang ustazah tadi ke sebuah langgar (mushallah), ketika itu saya
membacah al-Qur’an dan mungkin karena bacaan yang say abaca itu salah terus,
saya mendapat hukuman lagi dari ustaznya. Dan ketika saya masih mengaji
dilanggar ini dulu masih sering guru menggunakan kayu atau rotan untuk
menghukum. Ketika saya mendapat hukuman ini, timbul pula keinginan saya untuk
berhenti mengaji, namun berkat dorongan dari kedua orang tau saya, yang tetap
menyuruh saya untuk mengaji, yang ketika itu biasanya saya dengan beberapa
teman saya kalau mengaji itu membawah obor (bambu yang di dalamnya dikasih
minyak tanah dan di kasih kain sedikit dan dikasih api) sebenarnya di desa saya
sudah punya listrik, namun mungkin belum terlalu terang seperti sekarang.
Masa SD,
Madrasah Diniyah dan TKA pun telah saya lewati, setelah inilah sudah mulai
tumbuh kesadran saya untuk terus menuntut ilmu agama atau terhadap perkembngan
religiositas saya, oleh karena itu saya tetap mengaji al-Qur’an seperti biasa
setelah ba’dah magrib, dan saya juga termasuk sering pergi ke masjib, terutama
shalat maghrib apalagi setelah saya tidak lagi masuk di TKA, serta saya meminta
kepada kedua orang tua saya untuk melanjutkan jenjang pendidikan formal saya di
MTS yang berada tidak jauh dari rumah saya, untuk terus lebih meningkatkan ilmu
keagamaan saya dan ternyata orang tua saya juga menyuruh saya untuk melanjutkan
pendidikan saya di MTS, maka akhirnyapun saya melanjutkan ke jenjang pendidikan
formal saya di MTS NURUL HUDA.
Demikianlah sekilas
cerita tentang perkembangan religiositas penulis ketika usia anak-anak, yang
dalam perjalanannya terdapat beberapa lika-liku, namun berkat dorongan dari
kedua orang tuanya yang begitu besar penulis dapat tetap menyelesaikan
semuanya.
B.
Analisis Kasus
Dari sekilas
carita tetang perkembangan religiositas penulis tadi, kalau kita analisi dan
kita cermati serta kita interpretasikan dengan teori-teorinya yang sudah
ditulis diatas tadi berdasarkan pendapat beberapa tokoh memang benar bahwa
perkemabangan relegiositas seorang anak itu sangat berpengaruh besar terhadap
peran orang tuanya dalam memberikan motivasi, dorongan dan pengajaran kepada
anaknya dengan baik karena hal itu sangat penting dan di perlukan karena
merkalah pertmakali yang berada di
sekitar anak itu, dan tidak tinggal juga pengaruh lingkungan atau teman-teman
bermainnya, itu juga memiliki peran yang cukup besar terhadap anak itu, tetapi
yang paling terutama adalah pengaruh dari kedua orang tuanya.
Dan dengan
dorongan dari orang tua ataupun lingkungan dan teman-temannya yang begitu
besar, maka kesadaran seorang anak itu akan keperluan perkembngan religiositas akan cepat timbul, dan apabila ia mulai
memperoleh kesadaran akan pentingnya itu maka ia akn senantiasa terus berusah
semaksimal mungkin untuk mengembangkan apa yang telah ia ketahui ketika
kanak-kanak disinalah mereka akan mulai berfikir abstrak dan mencoba mencari
makana terhadap apa yang ia dan orang lain lakukan.
BAB IV
PENUTUP
Masa kanak-kanak merupakan masa awal
mulainya berkembang religiositas anak, masa dimana mereka akan meniru apa saja
yang dilihat dan didengarnya. Jadi masa kanak-kanak pengawasan dari orang tua
itu sangat diperlukan dan berperan bagi pertumbuhan anak tersebut, semua
aktivitas yang ia lakukan harus ada pengawasan, karena apabila ada yang belum
semestinya ia terima sudah diterima dulu maka perkembangannya akan tidak
berjalan selaras dengan hal-hal yang
semestinya. Begitupun berdasarkan hasil riset yang saya lakukan pada diri saya
sendiri mengindikasikan bahwa peran orang tua itu sangat signifikan, jadi bagaimana
orang tua itu mengondisikan anakanya sangat berpengaruh besar bagi masa
perkembangan keagamaan anak itu selanjutnya.
Perkembangan agama anak yang baik
merupakan investasi keagamaannya pada masa dewesa. Maksudnya adalah bahwa
bagaimanapun perkembangan awal keagamaan seseorang itu berkontribusi besar
ketika ia sudah dewasa.
Setelah masa kanak-kanak ini,
kemudian meranjak dewasa dimana mereka mulai berfikir secara abstrak dan mecari
makana setiap apa yang ia dan orang lain lakukan. Disini tidak membahas tetang
perkembangan keagamaan ketika remaja, namun membahasa tentang masa peralihan
dari masa kanak-kanak menuju dewasa, karena menurut hemat penulis hala ini
merupakan salah satu hal yang pital dalam proses perkembangan keagamaan anak
tersebut, oleh karena itu pengawasan baik dari orang tua maupun garunya itu
sangat memberikan dampak yang sangat besar.
Inilah mungkin sedikit tulisan hasil
miniriset tentang perkembangan agama anak-anak pada diri penulis sendiri,
semoga sedikit penulisan ini walau masih jauh dari sempurna dapat bermanfaat
bagi pembaca terutama penulis sendiri.
Daftar Pustaka
-
Susilaningsih. Handout Perkembangan Religiousitas Usia
Anak.
-
Baharudin.2008. Psikologi Agama dalam Perspektif Islam.
Malang:UIN-Malang Press.